Tapi, bukan berarti cukup modal power doang motor bisa melejit di situ. Strategi balap bebek di Sentul bisa manfaatkan main angin. Melesat sendiri hanya mengandalkan peak power yang kuat, akan membuat motor sangat berat. Peluang jebol lebih tinggi, mengingat mesin akan kerja sangat keras. Maka, strategi jitu dengan seimbangkan power dan perluas kurva torsi jadi kuncian efektif.
Terbukti sukses diperankan Dellu Agung, tandem Steven Budiman dari Tim Stebo Racing INK Jakarta. Motor hasil korekan Marsudi HMTC, mampu curi podium pertama di seri II Indoprix IP125, race pertama.
"Padahal, motor ini bukan mengandalkan power yang begitu besar. Bahkan saat QTT dan latihan resmi setingan belum ketemu dan masih di belakang," terang Marsudi, yang kenyang pengalaman jadi instruktur di HMTC.
Akal Marsudi mencoba menggapai sisi keuntungan dari power yang tidak terlalu besar, dengan membuat kurva torsi lebih luas. Sehingga, meski kalah secara power, tapi setiap perpindahan gigi, torsi besar yang dimiliki mampu membuat cepat melesat dan enggak terlepas dari barisan depan.
"Bisa saja lebih utamakan power. Tapi, risikonya, torsi akan lebih rendah. Nah, repotnya setiap pindah gigi, mengail tenaganya lebih lama. Sehingga motor kedodoran dulu di putaran bawah. Saat peak power ketemu, sudah ditinggal barisan motor lainnya. Lebih susah ngejarnya," alasan pria berambut ikal itu.
Marsudi yang akrab dipanggil Mas Di, mengolah kurva torsi lebih luas lewat sejumlah kuncian. Pertama, sudah pasti dari desain kem yang mengatur lalu lintas bahan bakar. Durasi tidak terlalu tinggi, cukup 260 derajat, baik klep intake maupun exhaust. "Tapi, overlap dibuat tinggi sampai 60 derajat. Selain membuat pembilasan dan proses pendinginan lebih bagus, desain seperti itu membuat power tengah terisi, nggak ngedrop sebelum menuju peak power," alasannya.
Langkah itu diikuti desain porting yang mampu menjamin pasokan gas bakar lebih efektif. Sesuai rumus yang banyak diterapkan yaitu 85 persen dari diameter klep. Tapi, desain pada bagian dalam porting, dibuat semi mengerucut, bagian tengah hanya berdiameter 24 mm, sementara di kedua ujungnya berdiameter 28 mm. "Maksudnya sih, biar tekanan gas bakar menuju ruang bakar lebih kencang," terang Mas Di.
Sementara, proses pembakaran dibantu optimal lewat seting pengapian 20 step punya CDI BRT I-Max. Dipatok tertinggi 36 derajat pada 10.000 rpm, makin tinggi rpm makin turun. Sampai di limiter 13.500 rpm dengan angka 35 derajat.
Dengan modal karakter mesin Supra yang punya stroke panjang, memang unggul torsi. Upaya perluasan kurva torsi jadi lebih mudah dijangkau.
"Terbukti, korekannya membuat saya mudah melejit saat turun gigi di beberapa tikungan langsung bisa menusuk ke depan. Memang, kalau di straight panjang agak mengendur. Tapi, saya tetap bisa ikutin lewat main angin. Justru kekuatan putaran menengahnya membuat modal bagus buat saat keluar di tikungan terakhir. Saya bisa kuat ke depan sampai menuju garis finish," aku Dellu Agung.
Bukti keunggulan torsi juga ditunjukan komposisi gigi rasio yang terbilang tidak terlalau close. "Justru agak renggang. Tapi, karena torsi bagus, setiap perpindahan gigi tetap jalan. Nafas juga jadi panjang," senang Mas Di, yang bermarkas di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini.
Gigi 1 dipatok 14/36, diikuti gigi 2= 18/32, 3 = 20/27 dan 4 = 20/22. "Yang lebih penting, meski dengan kompresi 13,5 :1, motor harus tetap aman. Itu salah satu keunggulan setingan seperti ini.
Kalau ngejar power setinggi-tingginya, saya takut mesin malah nggak kuat dan jebol di tengah jalan," lanjut Mas Di dengan senyum khasnya.
ARAH KARBU KE KIRI
Salah satu upaya Mas Di agar gas bakar lebih efektif juga dijalani dengan mengubah posisi karburator. Biasanya, posisi karbu ada di sebelah kanan mesin. Tapi dengan pertimbangan agar arah pasokan gas yang masuk searah dengan porting dan ruang bakar, maka karbu dipasang di sebelah kiri. Dengan posisi 45 derajat.
"Biasanya di sebelah kanan yaitu di atas busi. Saya coba terapkan di sebalah kiri. Sehingga, arahnya juga menuju pada posisi ujung busi. Maksud saya, biar lebih efektif aja," kilah pria berkulit agak gelap ini.
Meski saat ini sudah banjir penggunaan Mikuni TMR ataupun Keihin FCR, Mas Di masih setia mengandalkan karbu Mikuni TM 28. Tapi toh, terbukti masih mumpuni dan raih podium 1 di race 1, kan? "Pilot-jet dipatok 30. Sedangkan main-jet untuk kebutuhan seting Sentul dipasang 140," terang Mas Di.
Sedangkan percikan api diraih lewat penggunaan busi Denso Iridium U-31. Pemantik busi ini memang banyak dipakai buat balap bebek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda, karena Komentar Anda dapat memberikan inspirasi bagi kami.